JAKARTA, MINGGU - Indonesia Corruption Watch segera
mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu)
versi masyarakat, terkait lambatnya pembahasan rancangan undang-undang
pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) yang saat ini berada di
tangan DPR.Rencananya, perppu versi masyarakat ini akan
diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum pemilihan
umum legislatif sebagai pembanding perppu Presiden dan bentuk
partisipasi aktif masyarakat. "Jangan sampai perppu (presiden) cuma
adopsi dari RUU Pengadilan Tipikor," ujar Koordinator Bidang Hukum dan
Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho pada
jumpa pers, Minggu (8/2) di Kantor ICW, Jakarta.Sementaaa itu,
peneliti hukum ICW Febri Diansyah menyatakan, secara substansi, ICW
cenderung setuju pada pembentukan pengadilan tipikor hanya di lima
region, yang mewakili masing-masing wilayah di Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Febri khawatir, jika pengadilan
tipikor terdapat di semua kabupaten/kota, hal ini menjadi tidak efektif.Sebelumnya,
staf ahli bidang hukum kepresidenan Denny Indrayana mengatakan, ada
kemungkinan Presiden SBY mengeluarkan perppu yang dapat memberikan
dasar hukum bagi keberadaan pengadilan tipikor jika pembahasan RUU
Pengadilan Tipikor tidak selesai hingga waktu yang ditargetkan Mahkamah
Konstitusi, yakni 19 Desember 2009.Sampai saat ini, pembahasan
RUU Pengadilan Tipikor sendiri baru mencapai tahap rapat dengar
pendapat umum (RDPU), yang melibatkan sejumlah ahli dan pihak-pihak
terkait. Padahal, masa sidang DPR akan segera berakhir paling lambat 6
Maret 2009.Setelah itu, para anggota Dewan akan disibukkan
dengan pemilu legislatif dan presiden 2009. Dengan demikian, mengingat
proses pembahasan saat ini baru mencapai tahap RDPU, penerbitan perppu
oleh Presiden SBY menjadi harga mati. Dikhawatirkan, jika perppu
tersebut tidak segera diterbitkan, maka penanganan korupsi kembali ke
pengadilan umum, yang tidak terbukti memiliki prestasi dalam menangani
kasus korupsi.Sepanjang tahun 2005-2008 misalnya, dari total
1421 terdakwa korupsi yang diseret ke pengadilan umum, lebih dari 600
di antaranya dibebaskan. Khusus di tahun 2008, data ICW melansir bahwa
277 dari 444 terdakwa korupsi, atau sekitar 62,38 persen, telah divonis
bebas.Sementara itu, 167 terdakwa yang dijatuhi hukuman, hanya
1,34 persen saja yang diganjar hukuman lebih 5 tahun penjara."Pada
tahun 2008, pengadilan umum menjelma menjadi kuburan bagi pemberantasan
korupsi," ujar Emerson baru-baru ini.Sementara itu, Wakil Ketua
KPK M Jasin sendiri berharap agar pengadilan tipikor harus tetap ada
karena keberadaannya selama ini terbukti efektif dalam pengusutan
perkara korupsi. Maka itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
harapan suksesnya upaya pemberantasan korupsi tergantung pada
pengadilan korupsi, yang nasibnya kini sedang berada di ujung tanduk.
mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu)
versi masyarakat, terkait lambatnya pembahasan rancangan undang-undang
pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) yang saat ini berada di
tangan DPR.Rencananya, perppu versi masyarakat ini akan
diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum pemilihan
umum legislatif sebagai pembanding perppu Presiden dan bentuk
partisipasi aktif masyarakat. "Jangan sampai perppu (presiden) cuma
adopsi dari RUU Pengadilan Tipikor," ujar Koordinator Bidang Hukum dan
Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho pada
jumpa pers, Minggu (8/2) di Kantor ICW, Jakarta.Sementaaa itu,
peneliti hukum ICW Febri Diansyah menyatakan, secara substansi, ICW
cenderung setuju pada pembentukan pengadilan tipikor hanya di lima
region, yang mewakili masing-masing wilayah di Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Febri khawatir, jika pengadilan
tipikor terdapat di semua kabupaten/kota, hal ini menjadi tidak efektif.Sebelumnya,
staf ahli bidang hukum kepresidenan Denny Indrayana mengatakan, ada
kemungkinan Presiden SBY mengeluarkan perppu yang dapat memberikan
dasar hukum bagi keberadaan pengadilan tipikor jika pembahasan RUU
Pengadilan Tipikor tidak selesai hingga waktu yang ditargetkan Mahkamah
Konstitusi, yakni 19 Desember 2009.Sampai saat ini, pembahasan
RUU Pengadilan Tipikor sendiri baru mencapai tahap rapat dengar
pendapat umum (RDPU), yang melibatkan sejumlah ahli dan pihak-pihak
terkait. Padahal, masa sidang DPR akan segera berakhir paling lambat 6
Maret 2009.Setelah itu, para anggota Dewan akan disibukkan
dengan pemilu legislatif dan presiden 2009. Dengan demikian, mengingat
proses pembahasan saat ini baru mencapai tahap RDPU, penerbitan perppu
oleh Presiden SBY menjadi harga mati. Dikhawatirkan, jika perppu
tersebut tidak segera diterbitkan, maka penanganan korupsi kembali ke
pengadilan umum, yang tidak terbukti memiliki prestasi dalam menangani
kasus korupsi.Sepanjang tahun 2005-2008 misalnya, dari total
1421 terdakwa korupsi yang diseret ke pengadilan umum, lebih dari 600
di antaranya dibebaskan. Khusus di tahun 2008, data ICW melansir bahwa
277 dari 444 terdakwa korupsi, atau sekitar 62,38 persen, telah divonis
bebas.Sementara itu, 167 terdakwa yang dijatuhi hukuman, hanya
1,34 persen saja yang diganjar hukuman lebih 5 tahun penjara."Pada
tahun 2008, pengadilan umum menjelma menjadi kuburan bagi pemberantasan
korupsi," ujar Emerson baru-baru ini.Sementara itu, Wakil Ketua
KPK M Jasin sendiri berharap agar pengadilan tipikor harus tetap ada
karena keberadaannya selama ini terbukti efektif dalam pengusutan
perkara korupsi. Maka itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
harapan suksesnya upaya pemberantasan korupsi tergantung pada
pengadilan korupsi, yang nasibnya kini sedang berada di ujung tanduk.